KAREBATA.ID – Sejumlah dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) I LaGaligo, Luwu Timur, menyatakan kekecewaan terhadap pernyataan Direktur RSUD, dr. Andi Fajar Wela, yang menyebut bahwa ada dokter yang tidak produktif.
Pernyataan ini muncul di tengah polemik terkait pembayaran insentif para dokter spesialis yang belum dibayarkan selama enam bulan, dari Maret hingga Agustus 2024.
Sebanyak 32 dokter, yang terdiri dari 27 dokter berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan lima dokter kontrak, belum menerima insentif yang dijanjikan. Nilai insentif ini sebesar Rp 10 juta per bulan. Di samping itu, terdapat 3 hingga 4 dokter baru yang bergabung dalam empat bulan terakhir.
Menanggapi hal ini, dr. Andi Fajar Wela mengungkapkan pembayaran insentif tersebut saat ini masih menunggu rekomendasi dari Dewan Pengawas Rumah Sakit.
“Terakhir kali insentif ditransfer pada 17 Agustus 2024 pukul 10.13 Wita, dan selanjutnya kami menunggu rekomendasi dari Dewan Pengawas. Kami harus berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan administrasi,” jelas dr. Wela.
Namun, dr. Wela tidak memberikan rincian mengenai jumlah tunggakan insentif yang belum dibayarkan. Ia juga menyebut dari sekitar 35 dokter spesialis yang ada di RSUD I La Galigo, tidak semuanya dinilai produktif. Pernyataan ini kemudian menimbulkan reaksi keras dari para dokter spesialis.
Salah satu dokter spesialis, yang enggan disebutkan namanya, membantah pernyataan tersebut. Menurutnya, semua dokter spesialis di rumah sakit itu aktif dan produktif dalam memberikan pelayanan. “Pernyataan bahwa ada yang tidak produktif itu tidak benar dan bisa dianggap fitnah,” tegasnya.
Dokter tersebut juga menjelaskan bahwa insentif yang dibayarkan pada 17 Agustus 2024 hanya mencakup satu bulan, yakni insentif untuk bulan Februari. Sedangkan untuk bulan Maret hingga September, insentif belum juga dibayarkan.
Ia juga merasa heran mengapa pembayaran insentif harus menunggu rekomendasi dari Dewan Pengawas. “Ini pertama kali saya mendengar ada regulasi yang mengharuskan rekomendasi dari Dewan Pengawas untuk pembayaran insentif. Hal ini sangat meresahkan kami para dokter spesialis yang sudah bekerja maksimal,” tambahnya.
Selain itu, ia menyinggung peristiwa di masa lalu, di mana seorang dokter menerima insentif meski dianggap tidak produktif.
“Kalau bicara rekomendasi Dewan Pengawas, dulu ada dokter seharusnya tidak bisa menerima insentif, karena sering nongkrong di warkop. Orang-orang tahu tentang itu,” pungkasnya