Luwu Timur – Ancaman terhadap kualitas demokrasi kembali mencuat di Luwu Timur. Bawaslu Luwu Timur mengungkap masih lemahnya akurasi data pemilih, bahkan menemukan fakta mencengangkan, enam orang yang sudah meninggal dunia masih tercantum dalam daftar pemilih aktif.
Temuan ini disampaikan langsung oleh Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Luwu Timur, Sulkifli, dalam Rapat Pleno Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan II Tahun 2025 yang digelar KPU, Rabu (02/07/25).
“Dari uji petik di Kecamatan Malili yang kami lakukan pada Juni lalu, kami menemukan enam pemilih yang sudah meninggal dunia. Kami meminta KPU untuk mengecek data tersebut sehingga kita nantinya bisa menyandingkan kembali data hasil pengawasan Bawaslu di lapangan dengan hasil coklit terbatas yang dilakukan KPU,” jelas Sulkifli.
Bagi Bawaslu, keakuratan data pemilih tidak boleh berhenti hanya pada tahapan pemilu. Sulkifli yang juga dikenal dengan nama Songko Lotong menegaskan pentingnya kolaborasi antar instansi, bahkan saat masa non-tahapan seperti sekarang.
Ia menekankan penyempurnaan daftar pemilih seharusnya menjadi kerja lintas lembaga, terlebih di tengah tuntutan efisiensi anggaran negara.
Isu transparansi kemudian disuarakan tegas oleh Ketua Bawaslu Luwu Timur, Pawennari. Dalam forum yang dihadiri perwakilan Disdukcapil, Kesbangpol, dan Kementerian Agama itu, ia mempertanyakan kejelasan sumber data yang digunakan KPU dalam memperbarui daftar pemilih.
“Kalau merujuk PKPU Nomor 1 Tahun 2025, data pemilih itu bisa berasal dari DPT terakhir, data dari Kemendagri, instansi terkait, hingga laporan dari masyarakat secara mandiri,” ujar Pawennari.
Selain itu, ia mendesak KPU untuk terbuka mengenai proses koordinasi teknis dengan para penyumbang data.
“Yang ingin kami tahu, dari semua sumber data itu, sudah berapa instansi yang dikoordinasikan datanya oleh KPU? Lalu, apakah ada laporan dari masyarakat yang masuk dan ditindaklanjuti? Ini penting agar proses pemutakhiran berjalan transparan dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Pawennari pun mengingatkan validitas daftar pemilih adalah fondasi utama demokrasi. Pemutakhiran tidak boleh dianggap sebagai sekadar rutinitas administratif, melainkan tanggung jawab bersama seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
“Kita ingin daftar pemilih yang tidak hanya sah secara administrasi, tapi juga valid secara faktual. Dan itu hanya bisa dicapai jika semua pihak terbuka, bekerja sama, dan saling menguatkan,” pungkas Pawennari.