Luwu Timur – Isu pernikahan usia dini kembali menjadi sorotan, kali ini dari sudut pandang hak konstitusional warga negara. Bawaslu Kabupaten Luwu Timur mendeteksi adanya potensi hilangnya hak pilih masyarakat muda yang menikah di bawah usia 17 tahun namun tidak tercatat secara administratif dalam sistem negara.
Hal ini terungkap dalam pertemuan koordinasi antara Bawaslu Lutim dan Kementerian Agama (Kemenag) setempat pada Selasa, 22 Juli 2025. Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas (HP2H) Bawaslu Lutim, Sulkifli, menjelaskan bahwa tantangan klasik muncul setiap memasuki tahapan pemilu atau pemilihan, yakni pemilih muda yang sudah menikah namun tidak memiliki dokumen resmi.
“Pemilih itu tidak hanya dilihat dari umur. Jika sudah kawin atau pernah kawin, meskipun belum genap 17 tahun, secara hukum dia tetap memenuhi syarat untuk memilih. Tapi ini harus dibuktikan secara administratif, dan di situlah pentingnya koordinasi lintas lembaga,” tegas Sulkifli.
Validasi terhadap kelompok pemilih pernikahan dini menjadi sorotan utama dalam upaya penyempurnaan Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB). Menurut Sulkifli, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak pasangan muda yang menikah secara sah menurut agama, tetapi tidak tercatat dalam sistem administrasi negara. Akibatnya, mereka berisiko tak terdaftar sebagai pemilih—atau lebih parah, masuk daftar tanpa dasar hukum yang jelas.
Dalam pertemuan tersebut, Bawaslu mendapat sambutan positif dari Kemenag Lutim. Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Lutim, H. Muhammad Yunus, menegaskan kesiapan pihaknya untuk bersinergi.
“Kami sangat mendukung kolaborasi yang ditawarkan Bawaslu. Kalau ada data yang diperlukan terkait pernikahan dini yang tercatat resmi, kami siap bantu,” ujar Yunus.
Dari hasil koordinasi tersebut, Bawaslu mencatat sebanyak 12 kasus pernikahan di bawah usia 17 tahun di Luwu Timur selama periode Januari 2024 hingga Juni 2025, tersebar di 11 kecamatan. Data ini akan menjadi bahan masukan penting ke KPU sebagai bagian dari upaya memperkuat akurasi daftar pemilih.
“Bawaslu melihat pentingnya menjaga keseimbangan antara perlindungan hak pilih dan ketertiban administratif. Selain itu, upaya ini juga menjadi bagian dari strategi pengawasan yang lebih inklusif dan berbasis realitas sosial serta diharapkan dapat memberi edukasi kepada masyarakat,” tutup Sulkifli, yang dikenal dengan sapaan Songko Lotong.